<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d29125597\x26blogName\x3dHolistic+view+to+Equilibrium+state\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://carokann.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://carokann.blogspot.com/\x26vt\x3d-2369228846023373281', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Kerisauan

Dan ada saat aku merasa telah melihat dengan jelas semuanya. Ada saat dimana aku merasa sudah sangat mengenal siapa diriku, apa mauku, apa perjuanganku dan akan merealisasikannya untuk satu, dua, tiga, sampai lima tahun kedepan. Aku merasa sudah cukup untuk memberikan perbandingan-perbandingan, sudah cukup untuk melihat berbagai sudut pandang, dan sekarang adalah saatnya untuk menyimpulkan. Aku anggap itu adalah klimaks dari pencarian jati diri, klimaks dari pemikiran yang kuhabiskan bersama malam-malam panjang. Dan ini adalah sebuah keyakinan yang selayaknya aku perjuangkan.

Akan tetapi waktu yang kujalani menuntut lain. Seiring itu, ia memampangkan beberapa realitas yang tak bisa kuacuhkan. Aku tak mengerti kenapa ia begitu saja ditampakkan di depan wajahku pada saat aku telah merasa mampu untuk menyimpulkan. Seolah-olah ia ingin mengatakan dan mengkoreksi bahwa kesimpulanku selam ini tidaklah cukup baik. Aku kebingungan sungguh, karena keyakinan itu kembali digoyahkan. Aku mulai mempertanyakan lagi banyak hal, memikirkan ulang dan tidak mustahil pada saat ia tidak menguntungkan lagi bagiku dengan sangat sepihak aku akan membuangnya dan menganggap itu adalah sebuah kesalahan (dan juga adalah bagian dari kekecewaan, hampir semua hal-hal yang mendasar tidak memiliki kekurangan, hanya saja aplikasinya sering kali bertolak belakang, seperti itu menurut pengalamanku)

Dahulu aku melihat ketidakcocokan dan tersenyum saja, dan menganggap itu sebuah anugrah. Jika aku merasa apa yang kubawa adalah baik, maka aku berusaha untuk merealisasikan itu setidaknya untuk diriku. Tapi tidak sekarang. Aku melihat banyak ketidakcocokan dan memprotesnya dengan sangat keras. Ini tidak baik! (meskipun aku tidak bilang itu salah) seperti itu nada kekecewaan yang aku lontarkan kepada banyak hal yang sering kali mengganggu tidur malamku. Aku juga tidak mengerti kenapa menjadi begitu agresif sampai-sampai waktu yang kuhabiskan hanya untuk menyesali ketidakcocokan itu. Seoalah-olah ini semua salahku, seolah-olah aku yang membuat ketidakcocokan itu, dan seolah-olah hanya aku yang merasakan ketidakcocokan itu.

Dan memang benar, ternyata orang-orang disekitarku bergerak dengan normal (apakah aku salah menilai? apakah itu hanya pandangan sempitku saja?). Mereka biasa saja dan tidak melihat adanya keganjilan. Mereka menganggap rutinitas dan semua bentuk kemonotonan ini adalah lumrah, begitu saja adanya, sebuah keniscayaan-jika mengutip kata-kata yang tertulis pada batu nisan Soe Hoek-Gie, nobody knows the trouble I see, nobody see my sorrows…-



“oh tidak!” se
karang aku mulai melihat kepada diriku, mecoba mengeluarkan otak dan hatiku dari tubuhku dan berusaha melihat diriku secara utuh dari luar. Mungkinkah sebenarnya aku yang bermasalah? Mungkinkah ada kesalahan pada pemikiranku, caraku melihat sesuatu? Dan ekstrim sekali, jika berkata apakah aku yang memang sudah gila?

Aku tidak mengerti, sama sekali tidak mengerti, dan proses itu tidak menghasilkan apa-apa, nihil sama sekali. Akan tetapi aku menangkap dua hal yang tidak mampu untuk aku koreksi, otak dan hatiku, karena mereka adalah alat bagiku untuk mempersepsi hal. Dengan merekalah aku melihat segala bentuk keanehan dan keganjilan ini. Lalu bagaimana aku bisa mengoreksinya. Sejauh ini aku beranggapan bahwa otak dan hatiku saling mengkoreksi,

jika hati mulai lemah, bekerjalah logika untuk menguatkan,

dan jika logika mulai angkuh, bekerjalah hati untuk mengingatkan.

Dan sejauh ini aku belum memiliki kesimpulan apa-apa lagi, terapung dan mengambang di tengah-tengah, dan aku sama sekali tidak menyukai posisi ini. Kalau tidak bisa berenang, sekalian saja aku tenggelam kedasar. Mengambang,….. seperti orang yang tidak punya pendirian saja, ikut terombang-ambing bersama arus sungguh tidak membuat tenang – Aku jadi teringat kata-kata seorang novelis, Gustavo Flaubert “saat kita menemukan dunia ini terlalu buruk, kita butuh mengungsi kedunia lain” pertanyaannya, haruskah? Dan launjutannya, apakah aku memiliki keberanian untuk itu?-

gambar diambil dari :
http://www.archanwell.net/autopage/images/TueDecember2005-20-48-3-confusing-160.GIF
http://thor.info.uaic.ro/~busaco/paint/unusual-selfportrait/Thinking.jpg


“ Kerisauan ”